Kali ini kita melakukan perjalanan ke Kutai Barat, kampung halaman Korrie Layun Rampan.

Tidak banyak yang mengenal secara detail sosok Korrie Layun Rampan. Kecuali mereka yang bergelut dengan dunia sastra Indonesia. Karena ia adalah seorang editor, penulis, dan kritikus sastra Indonesia. Korrie merupakan pencetus sekaligus penyusun buku Sastrawan Angkatan 2000 terbitan Gramedia Pustaka Utama yang memuat lebih dari seratus sastrawan, terdiri dari penyair, cerpenis, novelis, esais, dan kritikus sastra.

Saat kuliah di Akademi Ilmu Keuangan dan Perbankan, Yogyakarta, sambil kuliah, ia aktif dalam kegiatan sastra. Ia bergabung dengan Persada Studi Klub, sebuah klub sastra yang asuhan penyair Umbu Landu Paranggi. Di dalam grup ini lahir sejumlah sastrawan ternama, seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi A.G., Achmad Munif, Arwan Tuti Artha, Suyono Achmad Suhadi, R.S, Eko Tunas, Ebiet G. Ade.

Menjadi besar di Yogya

Jalan poros Samarinda - Melak, jalan menuju Kutai Barat

mobil melintas jalan poros Samrainda – Melak

Tak banyak yang tahu juga bahwa Persada Studi Klub adalah paguyuban yang anggotanya berasal dari berbagai wilayah etnis di Indonesia. Ketika saat ini orang berdebat tentang keragaman budaya, praktik keberagaman budaya itu sudah terjadi di Yogya puluhan tahun lalu.

Selain Umbu Landu Paranggi yang berasal dari NTT, ada Korrie Layun Rampan yang berdarah Dayah Benuaq. Korri Layun Rampan (17 Agustus 1953 – 19 November 2015) meski lahir di Samarinda, namun ia ber sub etnis Dayak Benuaq, di mana sub etnis ini tersebar di wilayah Kutai, yang sekarang telah mekar menjadi Kutai Timur, Kutai Barat, Kutai Kertanegara dan Mahakam Ulu.

Selepas tenar di Yogya, Korrie lantas menetap di Kota Bekasi Jawa Barat. Di hari tuanya ia hijrah pulang ke kampung halaman di Kutai Barat. Buku-bukunya di perpustakaan pribadi yang menggunung, dibawanya pulang kampung. Bulan Maret 2001 Korrie menjadi Pemimpin Umum/ Pemimpin Redaksi Koran Sendawar Pos yang terbit di Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Ia juga sempat mengajar di Universitas Sendawar, Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Korrie juga sempat aktif di bidang politik. Dalam Pemilu 2004 ia sempat duduk sebagai anggota Panwaslu Kabupaten Kutai Barat, tetapi kemudian mengundurkan diri karena mengikuti pencalonan anggota DPRD kalimantan Timur. Konstituen mempercayakannya mewakili Kabupaten Kutai Barat periode 2004-2009. Sebagai anggota DPRD, Korrie menjabat sebagai Ketua Komisi I. Meskipun telah menjadi angota DPRD, Korrie tetap aktif menulis karena tugasnya sebagai jurnalis dan duta budaya.

Kutai Barat tanah leluhur

papan informasi rumah sastra Korrie Layun Rampan di Sekolaq Darat Kutai BaratKutai Barat merupakan kabupaten yang pecah dari Kabupaten induk Kutai. Dalam sejarah Kutai adalah kabupaten yang wilayahnya sangat luas dan pernah ada peradaban kuno Kerajaan Kutai. Kemudian dimekarkan secara bertahap. Kutai Barat berpisah tahun 1999. Kemudian tahun 2012 Mahakam Ulu yang sebelumnya menjadi bagian Kutai Barat memisahkan diri menjadi kabupaten baru lagi yang bernama Mahakam Ulu.

Bepergian ke Kutai Barat selama ini terasa menuju daerah pedalaman yang jauh dan sepi. Ketika pemerintahan Jokowi berniat memindahkan ibukota negara ke Sepaku Penajam Pasir Utara Kalimantan Timur, maka kesan itu sedikit memudar. Kutai Barat akan bisa menjadi saah satu daerah penyangga ibukota negara. Keren memang…

Menuju Kutai Barat bisa menggunakan moda transportasi darat dan sungai. Transportasi darat bisa menggunakan mobil atau warga di sana menyebutnya sebagai taksi langsung dari Balikpapan atau dari Samarinda. Rata-rata 9 jam perjalanan dari Samarinda atau 12 jam dari Balikpapan.

Perjalanan darat

Korrie Layun RampanKita akan menelusuri jalan poros Samarinda – Melak melewati semak belukar bekas hutan Kalimantan yang habis terbakar terakhir pada tahun 1997. Kebakaran ini pernah membakar sebagian anggrek hitam endemik di cagar alam Kersik Luway.

Sepanjang perjalanan juga akan disuguhi pemandangan “hutan” sawit milik raksasa korporasi nasional dan multinasional. Juga ada pemandangan khas Kalimantan yakni danau bergaris tengah 1-2 kilometer bekas penambangan batu bara. Jangan terpesona dulu dengan danau ini, karena ia berisi air beracun danau ini cukup dalam. Apabila tenggelam akan tidak ditemukan. Ada beberapa tempat pemberhentian untuk istirahat di sepanjang jalan ini.

Lamin di Taman Budaya Sendawar Kutai BaratTempat istirahat yang sering disamperi mobil adalah di Resak. Selain mobil kecil ada juga bis yang agak besar melayani rute Samarinda – Melak. Jumlah armadanya cukup sedikit, hanya 2-4 bus.

Perjalanan sungai kita bisa menggunakan kapal kayu bermesin dari pelabuhan Sungai Kunjang Samarinda. Perjalanan biasanya memakan waktu 18 – 24 jam untuk sampai Pelabuhan Melak. Melak adalah sebuah kecamatan yang sudah cukup maju di Kutai Barat.

Perjalanan lewat sungai dan udara

Untuk menuju ibukota Kutai Barat Sendawar atau Barong Tongkok melalui sungai tidak bisa langsung. Karena Sendawar tidak dilewati sungai Mahakam, artinya juga tidak memiliki pelabuhan.

Selain melalui sungai dan darat, ke Kutai Barat juga bisa menggunakan pesawat terbang, baik dari Balikpapan maupun Samarinda. Ada Bandara Melalan di dekat Sendawar yang pesawat kecil atau perintis bisa menyinggahinya.

Tahun 2008 mulai dibangun Jembatan yang bernama nama Aji Tulur Jejangkat. Nama yang diambil dari nama tokoh nenek moyang orang Dayak pada zaman prasejarah yang merupakan suami putri Mook Manar Bulatn.

Jembatan yang terbegkalai

salah satu bus yang melayani rute Samrinda dan Melak Kutai Barat

Bus Bigung Indah rute Kutai Barat – Samarinda

Dengan jembatan ini, maka kecamatan Melak dan Mook Manar Bulatn akan terhubung. Seterusnya akan menjadi sarana penghubung antara Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai Kartanegara serta ibu kota provinsi Kalimantan Timur, yakni Samarinda. Sayang jembatan tersebut hingga kini belum terselesaikan. Ada banyak masalah melilit proses pembangunannya. Saat akan dibangun, jembatan ini berharap akan memangkas waktu perjalanan antara Sendawar-Kota Bangun-Tenggarong sekitar 2-3 jam perjalanan normal. Biasanya harus memakan waktu sekitar 6-7 jam untuk bisa sampai ke Sendawar.

Setelah ada rencana pembangunan IKN

Sastrawan Korrie Layun Rampan mengakhiri hari tuanya di tanah Barong Tongkok. Kita menengok kampung halamannya dalam perjalanan panjang yang masih sulit ditempuh dari Samarinda. Tapi sebentar lagi IKN Nusantara itu mungkin akan mendekatkan dan memudahkan perjalanan itu…