Gangguan mental adalah masalah yang semakin mengemuka di Indonesia. Jumlah penderita gangguan mental—sering juga disebut gangguan jiwa—di Indonesia meningkat berdasar Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian kesehatan.

Data Riskesdas 2013 menunjukkan gangguan mental penduduk usia di bawah 15 tahun berjumlah 12 juta penduduk (setara 6,1%). Pada 2018 jumlahnya meningkat menjadi 20 juta penduduk (9,8%). Meningkat cukup signifikan.

Meningkatnya jumlah penderita gangguan mental tak lepas dari semakin kompleksnya masalah hidup. Selain itu, semakin terbukanya orang terhadap isu kesehatan mental, sedikit banyak berpengaruh terhadap angka tersebut. Sebab, sebagian orang tak lagi menutup-nutupi dirinya atau keluarganya bila menderita gangguan mental.

Orang dengan mental yang terganggu, pada umumnya mengalami penurunan dalam kualitas hidupnya. Misalnya, saat mengalami perasaan sedih yang berlebihan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Karena itu, gangguan mental merupakan sebuah masalah kesehatan yang sebisa mungkin harus dihindari.

Seperti halnya yang dialami oleh salah satu karyawan swasta bernama Boy (bukan nama sebenarnya). Lelaki berusia 25 tahun ini merupakan salah satu dari sekian banyak pasien di Poli Jiwa RSUD Tebet Jakarta Selatan, yang saat ini tengah berjuang untuk menyembuhkan gangguan kecemasan berlebih (anxiety disorder) yang dideritanya.

Boy senantiasa berusaha mengalihkan gangguan kecemasan yang diderita dengan bermain game. Gangguan kecemasan dapat terjadi karena otak bekerja terlalu lama dalam mengatur emosi serta perilaku.

Tampak dari gelagatnya, Boy mengalihkan rasa cemasnya dengan bermain game online sembari menggerak-gerakkan kakinya. “Saya sejak tiga bulan terakhir dianggap tidak wajar sama rekan-rekan kerja saya. Kadangkala saya bisa emosi sekejap dan tiba-tiba meledak begitu saja,” ucapnya terbata.

“Nomor urut 19 Bapak Boy!” ucap seorang perawat. Boy masuk ke dalam ruang praktik tersebut untuk berkonsultasi. Sebelum ia masuk, tampak dari gestur tubuh yang menunjukkan kegelisahaan. Sekitar 20 menit kemudian, ia keluar dari ruang tersebut dengan wajah lebih cerah sembari berkata, “Duluan ya, nanti kita ketemu lagi,” ucapnya sembari tersenyum.

Baca juga tulisan tentang kesehatan lainnya di sini 

Boy adalah salah satu orang dari sekian banyak anak muda yang memiliki permasalahan dalam kesehatan mental, khususnya gangguan kecemasan. Hal ini terjadi, karena adanya ketidakseimbangan zat kimia pada otak, yaitu serotonin dan noradrenalin, yaitu faktor yang mengatur pengendalian dan pengaturan suasana hati seseorang.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab munculnya gangguan mental ini, salah satunya adalah kehidupan di Ibu Kota Jakarta yang serba kompetitif. Ibu Kota merupakan gambaran dari sebuah kota yang majemuk yang terdiri atas berbagai kelas, pergaulan serta berbagai macam karakteristik individunya.

Oleh sebab itu, kehidupan di Jakarta dapat diibaratkan sebagai sebuah persaingan, yang mana jika tidak sanggup untuk beradaptasi dan bertahan, maka akan sangat mudah tergeser dan tergantikan, baik dalam lingkup pertemanan, pekerjaan, dan lain-lain.

Kerasnya kehidupan di Jakarta menjadi salah satu penyebab munculnya gejala kecemasan yang dialami Boy. Rasa kurang percaya diri dan tidak sanggup bersaing inilah yang membuat Boy merasakan kecemasan berlebih mengenai apakah ia bisa menjadi seseorang dengan standar Ibu Kota atau sebaliknya.

Segala persaingan dan kebisingan Ibu Kota menjadi alasan lelaki ini merasakan kecemasan berlebih. Apalagi di tengah perjuangan demi memenuhi biaya hidup yang mahal. Hal ini membuat Boy lebih fokus ke pekerjaan, dan mengabaikan kesehatan mentalnya, yang mana hal ini merupakan unsur terpenting dalam berinteraksi di lingkungan.

Menjaga Kesehatan Mental

Gangguan mental perlu penanganan yang tepat, salah satunya dengan konsultasi ke psikiater.

Kesehatan mental merupakan kondisi dimana terjadi perkembangan pada fisik, intelektual, serta emosional seseorang yang selaras dengan keadaan orang lain. Makna dari kesehatan mental yaitu, memiliki segala sifat yang serasi yang mana semua sifat ini memberikan perhatian khusus pada kehidupan manusia dan hubungannya dengan manusia lain.

Ciri dari seseorang yang ‘sehat mental’ yaitu : merasa bangga terhadap dirinya, nyaman berinteraksi dan memiliki hubungan dengan orang lain, serta menghargai segala usaha dan upaya dalam melakukan sesuatu.

Ciri-ciri tersebut seharusnya menjadi hal yang senantiasa kita lakukan dalam hidup agar menjauhkan kita dari stress, depresi, frustasi, serta cemas demi menjaga kesehatan mental kita. Namun, kerasnya kehidupan kompetitif di Jakarta tidak bisa membuat semua orang tetap ‘sehat mental’ dan raganya.

Seperti yang dirasakan Boy, perlahan-lahan kehidupannya menjadi lebih berat demi perjuangan mendapatkan rupiah dan kesehatan mentalnya mulai terganggu. Boy mulai tidak menghargai segala usaha dan upaya dalam pekerjaannya, karena dianggap belum sesuai harapan.

Karena gejala-gejala inilah, Boy memutuskan untuk mengecek bagaimana kesehatan mentalnya dan melakukan pemeriksaan di RSUD Tebet. Setelah rangkaian pemeriksaan, ia akhirnya mendapatkan hasil bahwa kesehatan mentalnya sedang terganggu, dan divonis menderita anxiety disorder atau kecemasan berlebih.

Hal tersebut menyebabkan ia merasakan cemas serta memiliki kekhawatiran yang berlebihan sehingga tidak dapat meredam rasa cemas yang ada. Boy juga memiliki gejala yang disebut inability to relax, yang berarti karena adanya kecemasan berlebih ini ia jadi sulit untuk beristirahat dengan baik.

Setelah mendapatkan hasil pemeriksaan, Boy mulai menyadari bahwa ia terlalu khawatir akan pekerjaan dan kehidupannya tanpa memikirkan kesehatan mentalnya, ia menyadari bahwa melakukan yang terbaik pada pekerjaannya memang perlu, tetapi selain baik dalam pekerjaan, kesehatan mentalnya pun penting untuk dijaga. Sebab obat yang diberikan dokter untuk menetralisir rasa cemas tidak akan berjalan lancar, jika tidak dilakukan bersamaan dengan kesadaran pribadi untuk menyembuhkannya.

Apalagi di tengah hiruk pikuk dan persaingan di Ibu Kota dengan sistem “Jika tidak mampu beradaptasi dan bertahan, maka sangat mudah tergantikan”, kesehatan mental sangat penting untuk diperhatikan. Sebab jika kesehatan mental tidak terjaga, segala aspek kehidupan bisa terganggu, mulai dari pekerjaan hingga kehidupan keluarga.

 

Reporter: Rahmad Farhan, Mutia Raiha, Saniyyah Muthmainnah, Margaretha Geradine (Mahasiswa Universitas Pertamina)