Tren kereta cepat saat ini adalah berpenggerak listrik dengan teknologi magnetic levitation. Tapi tidak ada informasi yang menyebutkan kereta cepat Jakarta-Bandung ini berteknologi maglev.
Pada awalnya turbin uap
Kalau kita merunut sejarah kereta api, maka kita akan mengetahui bahwa pada awalnya kereta api digerakkan oleh mesin uap. Prinsip kerjanya adalah membakar bahan bakar, seperti batu bara dan kayu, yang kemudian menghasilkan uap. Uap tersebut menggerakkan piston, kemudian gerakan piston menggerakan roda kereta.
Kemudian jaman berikutnya ditandai dengan munculnya mesin motor diesel. Mesin diesel ini dalam beberapa dekade menggerakkan lokomotif yang menarik gerbong kereta di banyak negara di berbagai belahan bumi.
Selanjutnya dalam rekayasa teknik penggerak kereta, ditambahkanlah dinamo ke motor diesel. Hal ini secara tidak sengaja menjadi peletakan dasar dari penemuan kereta bermesin listrik. Pada era berikutnya, ternyata diketahui bahwa menghasilkan energi listrik lebih mudah daripada menghasilkan energi BBM.
Akhirnya para perekayasa mengganti motor diesel dengan motor listrik yang lebih efisien. Di sinilah kemudian kereta cepat bekerja sepenuhnya menggunakan energi listrik. Kereta tidak lagi menggendong bahan bakar di muatannya kemana-mana. Energi tidak lagi didapat dari pengubahan bahan bakar kayu atau minyak bumi, melainkan dari lintasan yang dilalui. Sehingga dapat memperoleh kecepatan tinggi.
Pada kondisi ini, kereta cepat bahkan tidak menggunakan roda lagi. Kereta bergerak langsung pada rel yang agak berbeda dengan rel konvensional.
Jadi sebenarnya kalau kita renungkan, kereta cepat merupakan KRL (Kereta Rel Listrik) versi cepat. Di sini artinya kemudian persoalan terbesar di kereta cepat adalah ngomongin listrik sebagai energi yang menggerakkan mesin kereta tersebut. Bagaimana sistem penggerak kereta cepat didesain sedemikian rupa sehingga menghasilkan gaya dan kecepatan yang begitu besar.
Kereta api cepat pertama dikembangkan oleh Jepang tahun 1964 dengan nama Shinkansen. Saat itu kereta cepat buatan Jepang ini dianggap sebagai keajaiban teknologi karena mampu melaju dengan kecepatan hingga 322 km/jam.
Shinkansen boleh mencatatkan sebagai kereta cepat pertama yang beroperasi dan berhasil mengubah sejarah dunia. Namun pengembangan kereta api berkecepatan tinggi sebenarnya telah dimulai di Jerman pada tahun 1899.
Kemudian pada 27 September 1981 kereta api Train a Grande Vitesse (TGV) beroperasi pertama kali. Kereta ini mulai dikembangkan oleh Alstom dan SNCF pada 1974 hingga akhirnya dapat diselesaikan pada 1981. Hebatnya lagi, TGV ini mampu meluncur dengan kecepatan 380 km/jam, lebih cepat dari Shinkansen. Setelah itu, negara-negara di Eropa seperti Jerman, Italia, dan Spanyol pun turut meluncurkan kereta cepat mereka.
Sejarah Kereta Cepat China
Keterlibatan China dalam mengembangkan kereta cepat tak lepas dari pengaruh keinginan China untuk berkompetisi dengan Jepang yang telah lebih dulu membuat Shinkansen.
China mulai mengembangkan kereta cepat pada 2004. Yakni ketika Kementerian kereta api mereka menyerukan agar membangun kereta kecepatan tinggi hingga 200 Km per jam dan maksimal 350 Km per jam.
Mendengar permintaan pemerintah China tersebut, perusahaan asing banyak tertarik ikut tender, termasuk Japan’s Kawasaki Heavy Industries, Bombardier dari Kanada, Siemens dari Jerman dan Alstom dari Prancis.
Tiga tahun kemudian, kereta cepat China pertama meluncur yaitu CRH1A. Kereta ini bisa meluncur dengan kecepatan 250 Km per jam.
China selama ini memang dikenal sebagai negara pengadopsi dan peniru teknologi yang handal. Perusahaan China kemudian banyak mengadaptasi teknologi kereta cepat yang dibangun asing tersebut dalam menciptakan inovasi sendiri di era berikutnya.
Tak heran jika sebelumnya China merupakan negara operator kereta cepat, tiba-tiba jadi produsen kereta cepat. China berbalik menjadi negara yang membangun kereta cepat di banyak negara lain. Saat ini, China mempunyai sekitar 3.000 Km kontrak pembangunan kereta cepat yang dipimpin oleh China Railway Rolling Stock (CRRS), perusahaan BUMN China. Perusahaan ini banyak memenangkan tender pembangunan kereta cepat termasuk di Turki, Indonesia, Thailand dan Rusia, Malaysia serta AS.
Ketika Jepang mengumumkan rencana akan menguji kereta peluru generasi berikutnya dengan kecepatan mencapai 600 Km per jam, China juga tidak mau kalah. China juga terus berinovasi dan melakukan riset pengembangan teknologi kereta cepat.
China berambisi menguasai pembangunan jaringan kereta cepat di Asia Tenggara, China, Asia Tengah serta Eropa. Ambisi ekspansi teknologi kereta cepat dan infrasruktur transportasi China ke kawasan sekitar sering dikaitkan dengan pertimbangan geopolitik.
Dunia kini berlomba-lomba untuk mengembangkan, atau minimal ingin memiliki dan mengoperasikan kereta cepat. Tak mau kalah, Indonesia sebentar lagi juga akan mengoperasikan kereta cepat dengan rute Jakarta – Bandung. Saat akan mengeksekusi rencana ini tahun 2014 sempat terjadi polemik. Perdebatan saat itu adalah tentang produsen dan negara mana yang mau digandeng. China ataukah Jepang. Namun akhirnya Presiden Jokowi memilih kereta buatan China untuk dioperasikan.
Proyek kereta cepat yang akan beroperasi mengangkut penumpang dari dan ke Jakarta dan Bandung dan sebaliknya itu mengalami banyak masalah. Memakan waktu pembangunan yang lama dan meleset dari target. Kemudian biaya yang membengkak. Perubahan skema pembiayaan yang awalnya ditanggung bersama konsorsium China dan Indonesia menjadi pembiayaan oleh APBN. Juga banyak diwarnai masalah-masalah kecil yang menjadi drama pembangunan kereta cepat pertama di Indonesia ini.
Pilihan Teknologi: Maglev atau bukan Maglev?
Satu lagi yang menjadi masalah dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini adalah terkait pilihan teknologi yang dipakai. Meskipun China menyodorkan produk kereta cepat dengan klaim teknologi termutakhir dan termodern yang dimiliki China, namun kereta cepat ini bukanlah kereta maglev atau magnetic levitation.
Dari penelusuran tidak ada yang menginformasikan bahwa kereta cepat Jakarta-Bandung itu adalah kereta cepat dengan teknologi maglev. Pemberitaan di berbagai media, hanya menyebutkan bahwa kereta cepat yang dijual kepada Indonesia itu teknologi sistem kontrol yang canggih. Kabin yang mampu mengurangi kebisingan dan getaran. Mampu melesat 420 km per jam. Interior dengan desain batik mega mendung. Kemudian moncong yang mirip komodo. Dipoles sedemikian rupa sehingga kental dengan identitas Indonesia.
Perlu diketahui, bahwa perbedaan kereta maglev dengan kereta konvensional adalah kereta maglev tidak memiliki mesin yang digunakan untuk menarik gerbong kereta seperti pada umumnya di sepanjang rel baja. Mesin kereta maglev tidak mencolok. Kereta maglev juga tidak menggunakan bahan bakar fosil, melainkan medan magnet yang diciptakan oleh kumparan listrik di dinding jalur pemandu dan rel yang bergabung untuk mendorong kereta.
Kereta ini mampu melayang dan menghilangkan gesekan. Sehingga lewat desain aerodinamisnya, kereta maglev bisa mencapai kecepatan yang tinggi. Cara bekerjanya sama seperti permainan magnet di mana kutub yang berlawanan akan tarik menarik dan kutub yang sejenis akan saling tolak menolak. Medan magnet yang dibuat dalam eksperimen sederhana tersebut merupakan ide di balik sistem rel kereta maglev.
Penggerak kereta maglev adalah motor linear. Maglev digunakan sebagai alat transportasi jarak jauh. Kecepatannya lebih cepat bila dibandingkan dengan kereta kecepatan tinggi. Selama beroperasi, kereta maglev tidak menghasilkan suara mekanis. Kereta maglev dapat bergerak dengan kecepatan 500 km/jam. Pengembangan terbaru memungkinkan kecepatan ditingkatkan hingga sama dengan kecepatan pesawat jet (900 km/jam).
Sejarah Perkembangan Teknologi Maglev
Pembuatan kereta cepat berteknologi magnetic levitation (maglev) diawali oleh empat penemuan awal yaitu kereta motor linear (Alfred Zehden, 1907), sistem transportasi elektromagnetik (F.S. Smith), kereta pengangkatan magnet dengan motor linear (Hermann Kemper, 1937), dan sistem magnetik transportasi (G.R. Polgreen, 1959). Pengembangan awal kereta maglev dimulai di Inggris pada periode tahun 1960-an. Kekurangan dana menyebabkan pengembangan sempat dihentikan pada tahun 1973. Kereta maglev pertama baru berhasil dibuat pada tahun 1984. Perhubungan yang dilakukan antara Bandar Udara Internasional Birmingham dan Stasiun Kereta Internasional Birmingham.
Negara lain seperti Jepang juga telah memulai riset kereta maglev sejak tahun 1969. Japan Airlines berhasil membuat transportasi permukaan kecepatan tinggi, sedangkan Japan Railways Group berhasil membuat JR-Maglev. Pengembangan kereta maglev juga diakukan oleh Jerman melalui teknik suspensi elektromagnetik dan suspensi elektrodinamik. Nama maglev diperoleh dari singkatan magnetically levitated trains.
Beberapa negara yang telah mengembangkan kereta api jenis ini adalah Tiongkok, Jepang, Prancis, Amerika, dan Jerman. Dikarenakan mahalnya pembuatan rel magnetik, di dunia pada tahun 2015 hanya ada dua jalur Maglev yang dibuka untuk transportasi umum, yaitu Shanghai Transrapid di Tiongkok dan Linimo di Jepang. Jadi praktis saat ini kereta cepat dengan teknologi maglev hanya di dua tempat itu.
Rencananya, segmen pertama kereta tercepat di dunia tersebut akan digunakan pada tahun 2027 dengan rute Tokyo-Nagoya sejauh 482 kilometer dan ditempuh dalam waktu satu jam tujuh menit, sebelum akhirnya diperluas ke Osaka. Ketika telah rampung, Shinkansen Seri L0 akan berjalan dengan kecepatan operasi maksimum sekitar 310 mph atau 498 kph. Adapun teknologi ini dikabarkan sedang digunakan di seluruh dunia, termasuk untuk pembuatan kereta api di Washington, DC dan Baltimore.
Kereta MagLev berupa kereta yang dapat ditahan dan didorong sesuai jalur yang telah dibuat khusus untuk kereta MagLev dengan magnet. Kereta MagLev ini dapat didorong dengan menggunakan bantuan motor induksi linier, sehingga tidak membutuhkan roda baja dan bahan bakar untuk menggerakkan kereta MagLev ini.
Beberapa pengembang terbesar dari kereta maglev adalah Jerman dan Jepang. Meskipun konsep dasar yang digunakan untuk konstruksi adalah sama, prototipe yang digunakan berbeda. Dalam teknologi maglev dikenal ada 2 jenis penggerak. Yaitu Electromagnetic Suspension (EMS) dan Electrodynamic Suspension (EDS). Keduanya memiliki konsep berbeda.
Kereta Jerman menggunakan sistem electromagnetic suspension (EMS) sehingga bagian bawah kereta dibungkus untuk guideway baja. Jadi levitasi terjadi antara elektromagnet yang terpasang di bawah kereta dan guideway sekitar 1 centimeter.
Prinsip dari Electromagnetic Suspension (EMS) yakni dengan cara menginduksikan arus listrik dengan elektromagnet sehingga membuat medan magnet yang besar. Untuk membuat medan magnet yang besar dari elektromagnetik, maka dibutuhkan pula sumber daya listrik yang besar pada jalur kereta ini. Medan magnet dihasilkan oleh fungsi magnet itu sendiri. Magnet memiliki dua kutub, yakni kutub utara dan kutub selatan, di mana keduanya memiliki efek gaya tarik ataupun gaya tolak tergantung dengan kutub yang ditemui.
Di Jepang, kereta maglev menggunakan teknologi yang disebut sistem electrodynamic suspension (EDS), yang menyebabkan kereta untuk pindah karena gaya tolak-menolak magnet. Perbedaan utama dengan EMS adalah bahwa elektromagnet yang digunakan akan “super” didinginkan dan “super” konduksi. Magnet tersebut cenderung untuk menkonduksi arus bahkan jika tidak ada pasokan listrik. Dengan demikian sistem EDS membantu untuk menghemat daya lebih daripada sistem EMS. Tapi dengan menggunakan mekanisme pendinginan tersebut, maka dengan demikian membutuhkan biaya awal akan mahal.
Jadi KCIC-KCJB Kereta Cepat bukan Maglev
Jadi kereta cepat Jakarta-Bandung seri CR400AF itu, meskipun kereta cepat bukanlah kereta maglev. Kereta KCJB masih menggunakan rel seperti pada umumnya. Hanya lebar relnya saja yang berbeda. Tidak ada teknologi maglev seperti yang dijelaskan secara panjang lebar seperti di atas.
Sebenarnya terkesan tanggung. Indonesia dan China sudah berinvestasi cukup besar. Sudah mengklaim bahwa kereta yang akan dioperasikan merupakan kereta dengan teknologi terbaru dari China. Namun, teknologi yang disodorkan sebenarnya teknologi yang tak lama lagi akan segera tertinggal.
Sebab, meskipun teknologi maglev baru bisa dipakai di dua tempat yaitu Shanghai Transrapid di Tiongkok dan Linimo di Jepang, namun, CRRC (Railway Rolling Stock Corporation) selaku produsen kereta cepat Jakarta-Bandung terus melakukan riset pengembangan. CRRC termasuk pengembang teknologi maglev yang paling maju di dunia. Sebuah paper berjudul Modeling and Analysis of a Linear Generator for High Speed Maglev Train mengkonfirmasi bahwa sejumlah periset CRRC telah menguasai teknologi maju kereta maglev. Namun kenapa bukan kereta berteknologi maglev yang dikasihkan kepada Indonesia?
Barangkali benar apa yang dikatakan Tatan Rustandi, Junior Manager Industrial Relation PT KAI. Kalau pun bukan teknologi maglev yang diterima Indonesia pada kereta cepat Jakarta-Bandung, tetapi pemerintah sekarang sudah mulai melek dengan transportasi kereta api. Sudah ada perhatian dari pemerintah, kalau kereta api adalah transportasi yang paling cocok untuk Indonesia, negara yang memiliki penduduk besar seperti Tiongkok.