Benturan peradaban yang telah bergulir sejak 20 tahun lalu coba dihentikan di Piala Dunia Qatar 2022. Lewat dialog, benturan peradaban itu berhasil dihindarkan.

Saat ini piala dunia 2022 tengah berlangsung di Qatar. Di lini masa media sosial berseliweran video dan foto-foto yang menggambarkan bagaimana negara Qatar sebagai penyelenggara menyuguhkan cara penyelenggaraan acara olah raga tingkat dunia itu secara berbeda.

Di beberapa chanel youtube juga banyak diterbitkan viceo dengan narasi bagaimana Qatar menjamu tamu penggila bola di negerinya dengan menonjolkan budaya lokal yang sudah milikinya.

Piala Dunia 2022 dan Benturan Peradaban

Di berbagai narasi itu disebutkan bahwa syariat Islam yang memang telah diterapkan sejak lama itu menjadi modal dasar untuk dijual dalam perhelatan dunia itu. Fakta itu yang kemudian dikemas sedemikian rupa sehingga berupaay untuk membalikkan narasi tentang islamophobia di dunia barat.

Ini memang sebuah upaya untuk mengkampanyekan Islam yang berbeda, Islam yang beradab pada momentum yang sangat tepat, yaitu piala dunia. Peristiwa yang dilihat olah jutaan manusia dari seluruh dunia.

Saat ini dunia mengalami banyak perang narasi. Selain tentu saja perang sebenarnya seperti yang terjadi antara Ukraina dan Rusia. Setelah perang dingin usai dan jatuhnya rezim komunis Uni Soviet, pentas dunia lantas diwarnai dengan benturan peradaban Barat dengan non-Barat. Ini berarti seluruh faktor esensial dunia, sendi-sendi kehidupan, dan hubungan antar bangsa, yakni peradaban, budaya, dan agama akan dikerahkan dalam sebuah konfrontasi.

Apa itu benturan peradaban?

Benturan peradaban atau clash of civilizations (CoC) adalah sebuah teori yang menggambarkan bahwa identitas budaya dan agama seseorang ditengarai menjadi sumber konflik utama di dunia pasca-Perang Dingin. Teori ini dipaparkan oleh ilmuwan politik Samuel P. Huntington dalam pidatonya tahun 1992 di American Enterprise Institute. Clash peradaban yang ditulis Samuel Huntington, memang dilukiskan dalam hubungan yang tak seimbang antara Barat dan non-Barat, khususnya Islam.

salah satu tim yang berlaga di piala dunia 2022 bersujud di lapanganDalam kurun waktu dua dekade ramalan Huntington itu seakan menjadi kenyataan. Kaburnya Uni Soviet dari Afghanistan yang silih berganti dengan Amerika dan sekutunya, lalu perang Irak-Kuwait, Gerakan Arab Spring, Pemboman WTC, dan radikalisme seakan hanya sekrup-sekrup kecil yang kemudian berhasil dikapitalisasi dunia barat menjadi Islamophobia itu.

Berbicara peradaban dunia, sepakbola memang kadangkala beda dengan dunia politik, meskipun kadang-kadang ditarik-tarik dan diserempetkan. Para pemerhati peradaban mungkin lupa, kalau penyelenggaraan piala dunia sepak bola itu terus bergiliran, berputar keliling dunia. Ia menempati negara-negara yang meminta untuk menyelenggarakannya dan yang siap menyelenggarakan.

Selama ini penyelenggaraan piala dunia terus berputar-putar di negara-negara Eropa, Amerika, Asia, Afrika. Namun belum pernah didiselenggarakan di negara arab. Inilah yang sempat menganggetkan para pengamat politik. Ternyata Piala Dunia 2022 jatuh di Qatar. Sebuah negara Arab dan muslim lagi.

Kecemasan atas penyelenggaraan Piala Dunia 2022

Banyak pihak khawatir, cemas dan terasa tidak rela kalau dunia piala dunia diselenggarakan oleh negara dengan sistem dan budaya yang mungkin berbeda dengan negara penyelenggara piala dunia selama ini.

Bagaimana mungkin negara Qatar yang bersistem syariah dengan budaya yang ketat menyelenggarakan even olahraga yang lebih terkesan hura-hura, hedonis, dan kolosal.

Namun even itu ternyata sudah terjadi. Bahkan sudah hampir selesai. Akhirnya yang kita lihat adalah ternyata Qatar siap bahkan berhasil menyelenggarakannya dengan sangat baik. Dunia internasional berdecak kagum olehnya. Bahkan kemudian ramai menjadi pembicaraan, karena penyelenggaraannya lebih fenomenal dari yang sudah-sudah.

Ada kesan bahwa Qatar menyuguhkan perhelatan piala dunia dengan bentuk yang berbeda. Qatar teguh mennyuguhkan cara dan sistem yang diyakini negaranya untuk dipakai dalam penyelenggaraan event ini. Di banyak kesempatan Qatar dinarasikan menentang LGBT, menyuguhkan keseharian warga dalam beribadah kepada tamu-tamu oendukung tim kesebelasan yang bertanding di Qatar.

Qatar Sukses menciptakan dialog peradaban

Namun keteguhan Qatar ini ternyata mampu menepis keraguan dan kekhawatiran dunia ini. Justru kemudian apa yang dilakukan Qatar ini seakan menjadi model baru dalam dialog peradaban. Sebuah upaya untuk menghindarkan apa yang oleh Huntington disebut benturan peradaban itu.

Apa yang diperlihatkan oleh Qatar kepada dunia di Piala Dunia 2022 ini adalah dialog peradaban. Dialog tidak lain adalah usaha menghalangi tindakan dengan alasan apa pun untuk melecehkan manusia dalam hubungan yang berdasar pada pembenaran untuk membunuh satu sama lain.

Kalau kita mau menilik video-video yang beredar di kanal youtube, tiktok, Snackvideo dan kanal video lain terlihat bahwa saat Piala Dunia 2022 Qatar dan warganya sedang menyuguhkan upaya-upaya dialog itu. Mereka berusaha menyuguhkan kemajuan pembangunan dan kehebatan pencpaian teknologi negeri Qatar, dibarengi dengan keramahan warganya, ketinggian budaya Islamnya, keunikan budayanya.

Para fans kesebelasan dari berbagai belahan dunia lantas terkagum dan heran dengan apa yang disuguhkan Qatar itu. Mereka ingin tahu lebih dalam dan ingin mempelajarinya.

Di peperangan sengit lapangan hijau Qatar itu benturan peradaban coba dielakkan.