Tahun 2023 ini disebut tahun politik, karena tahun depan akan digelar pemilu serentak baik legislatif, maupun eksekutif. Sudah menjadi siklus lima tahunan, setiap digelar pemilu, penyebaran misinformasi dan disinformasi akan semakin masif.
Sebagai upaya untuk membendung penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di tahun politik, Redaxi (Relawan Edukasi Antihoaks Indonesia), menggelar workshop jurnalisme data. Acara ini bekerja sama dengan MyAmerica Jakarta dan American Corner (Amcor) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.
Acara workshop secara offline digelar di Amcor UIN Syarif Hidayatullah di bilangan Ciputat. Selain itu, acara ini juga digelar secara hybrid dengan membuka kelas di Amcor Semarang di UIN Walisongo. Acara yang digelar pada 30 Januari 2023 ini bertajuk: “Pemanfaatan Jurnalisme Data Untuk Mengurangi Ujaran Kebencian dan Intoleransi Pemilu 2024″
Mau tahu penyebab penyebaran kebencian? Cek di sini
Total peserta kegiatan ini adalah 99 orang, baik yang hadir secara offline, maupun online. Sebenarnya ada 123 pendaftar workshop. Tapi tidak semua pendaftar bisa mengikuti acara ini, karena workshop khusus untuk jurnalis muda dengan usia maksimal 28 tahun.
“Di era sekarang ini, hoaks begitu mudah menyebar. Dengan adanya jurnalisme data ini kita bisa melacak pihak manakah yang telah melakukan pemalsuan data,” kata Astari Yanuarti, Ketua Redaxi, sekaligus salah satu pemateri.
Kemajuan teknologi memungkinkan bagi jurnalis untuk melakukan pelacakan data dari sejak awal bergulir. Termasuk sebuah hoaks, bisa ditelusuri dengan detail sampai sumber pertamanya dan siapa saja influencer yang menyebarkannya.
Baca juga berita tentang penipuan online di sini
Hal itu disampaikan oleh Ismail Fahmi dari Media Kernels Indonesia. “Big data berperan penting dalam track record dalam jurnalisme data, karena dengan track record kita bisa mengetahui semua yang terjadi di balik layar,” jelasnya.
Ismail memberikan contoh-contoh nyata penyebaran satu isu, termasuk yang mengandung hoaks di media sosial. Dia menjabarkan peta social network analysis, di mana orang bisa melakukan penelusuran dari awal sebuah informasi menyebar dan seberapa besar dampaknya.
Sementara itu, Manager Data Jurnalistik di Katadata, Aria Wiratama Yudhistira menuturkan bahwa adanya jurnalisme data ini untuk memberitahu masyarakat dengan perspektif berita yang sesuai dengan data.
“Jurnalisme data ini ada karena adanya data yang semakin besar dan banyak, sehingga kita bisa memberitahu masyarakat dengan perspektif berita yang sejalan dengan data yang ada,” tuturnya.
Menurut Aria, jurnalisme data ini penting, karena bisa memberikan informasi yang benar-benar valid. Memang perlu upaya lebih besar untuk membaca data lalu menyajikannya dengan baik agar mudah dipahami oleh audience.
Para peserta terlihat antusias dalam mengikuti acara ini. Banyak peserta yang mengaku baru pertama kali belajar mengenai jurnalisme data dan menjadi kompetensi yang sangat bermanfaat untuk menyajikan informasi yang valid, sekaligus terhindar dari misinformasi dan disinformasi.
Semoga upaya ini bisa menjadi salah satu langkah penting dalam menciptakan model jurnalisme yang berkualitas untuk mengurangi ujaran kebencian dan intoleransi menjelang Pemilu 2024.