Di tengah geliat industri pertahanan dan mobilitas nasional, sebuah kendaraan muncul membawa harapan besar: Maung, mobil taktis produksi dalam negeri yang dikembangkan oleh PT Pindad. Lebih dari sekadar kendaraan militer, Maung telah menjelma menjadi simbol teknologi, kedaulatan, dan kebanggaan bangsa. Ia tidak hanya dirancang untuk medan berat, tetapi juga untuk menempuh jalan panjang menuju kemandirian industri otomotif nasional.

Lahirnya Maung: Dari Visi ke Produksi

Mobil Maung pertama kali diperkenalkan ke publik pada 2020 atas dorongan kuat dari Menteri Pertahanan saat itu, Prabowo Subianto. Nama “Maung”, yang berarti harimau dalam bahasa Sunda, dipilih bukan tanpa alasan. Ia merepresentasikan ketangguhan, kelincahan, dan karakter predator tangguh di habitatnya. Dengan sasis kokoh, desain modular, dan performa tinggi, Maung memang dirancang untuk menaklukkan medan apa pun.

PT Pindad tak berdiri sendiri dalam proyek ini. Proses pengembangan Maung melibatkan banyak pemangku kepentingan, mulai dari kementerian, akademisi, hingga mitra industri lokal. Namun, satu nama muncul sebagai otak utama di balik arsitektur teknologi kendaraan ini: Sigit Puji Santosa.

Sigit Puji Santosa: Insinyur Visioner di Balik Maung

Penampakan Mobil MaungNama Sigit mungkin belum setenar tokoh-tokoh otomotif dunia, tetapi rekam jejaknya tak main-main. Lulusan Teknik Mesin ITB ini meraih gelar master dan doktor dari MIT, salah satu institusi teknik terbaik dunia. Selama lebih dari satu dekade, ia berkarya di General Motors, terlibat dalam pengembangan mobil-mobil ikonik seperti Corvette Z06 dan Cadillac XLR.

Setelah kembali ke tanah air, Sigit bergabung dengan PT Pindad dan kini menjabat sebagai Direktur Teknologi dan Pengembangan. Di tangannya, Maung tak hanya menjadi kendaraan, tetapi juga platform teknologi—basis bagi berbagai varian: dari versi militer, sipil, kendaraan dinas kepresidenan, hingga varian listrik masa depan bernama MV3 Pandu.

Teknologi Maung: Modular, Tangguh, dan Adaptif

Maung menggunakan mesin diesel turbo 2.4 liter berbasis Toyota 2GD-FTV, yang dipadukan dengan transmisi manual enam percepatan. Tenaganya mencapai 136–149 hp dengan torsi hingga 400 Nm. Kecepatan maksimalnya sekitar 120 km/jam, dengan jangkauan tempuh mencapai 800 km.

Yang menarik, Maung tidak sekadar kendaraan dengan spesifikasi tangguh. Ia dirancang modular, sehingga dapat diubah menjadi berbagai bentuk sesuai kebutuhan: varian taktis dengan atap terbuka, versi sipil berpendingin kabin, hingga limusin presiden yang dilapisi baja antipeluru dan dilengkapi kaca tahan peluru.

Untuk versi listriknya, Pindad memperkenalkan Maung MV3 Pandu, kendaraan listrik tangguh dengan motor listrik torsi tinggi dan baterai LFP (Lithium Iron Phosphate) yang aman dan tahan lama. Kendaraan ini menjadi langkah konkret Indonesia menuju era mobilitas ramah lingkungan.

Kemandirian Teknologi: Menuju Kedaulatan Industri Otomotif

Mobil MaungSalah satu nilai strategis Maung terletak pada tingkat kandungan lokal yang mencapai lebih dari 70 persen. Meskipun mesin masih diimpor, seluruh desain teknik, pengujian, perakitan, hingga integrasi sistem dikerjakan oleh insinyur Indonesia. Di bawah arahan Sigit, Pindad juga mengembangkan sistem manajemen panas, suspensi aktif, dan integrasi keselamatan berbasis pengalaman global.

Yang lebih penting, Maung melibatkan ratusan UMKM dan mitra industri dalam negeri dalam proses produksi. Komponen seperti jok, bodi, sistem kelistrikan, hingga panel interior dibuat oleh perusahaan lokal, menjadikannya sebagai lokomotif pertumbuhan rantai pasok industri nasional.

Aspek Ekonomi: Dari Pabrik ke Pasar

Secara ekonomi, Maung membuka peluang besar. Pemerintah memesan ribuan unit untuk keperluan TNI, Polri, dan kementerian. Harga satu unit versi sipil Maung berkisar di angka Rp600 juta, kompetitif untuk kelasnya. Dengan kapasitas produksi yang terus meningkat, Maung diharapkan menciptakan ribuan lapangan kerja langsung maupun tidak langsung.

Maung juga mengundang investasi baru di sektor otomotif. Industri baja, komponen elektronik, karet, dan tekstil teknis ikut terdampak. Bahkan, wacana ekspor ke negara-negara ASEAN, Afrika, dan Timur Tengah tengah dikaji secara serius.

Aspek Politik: Nasionalisme dan Simbol Kedaulatan

Tak dapat disangkal, kehadiran Maung memiliki makna politis yang kuat. Ketika Presiden RI mulai menggunakan Maung varian Garuda sebagai kendaraan resmi dengan pelat “Indonesia 1”, pesan yang disampaikan sangat jelas: Indonesia mampu memproduksi kendaraan VVIP dengan kualitas tinggi dan standar internasional.

Lebih dari itu, penggunaan Maung oleh tokoh-tokoh negara memperkuat narasi bahwa pemerintah serius mendukung produk dalam negeri. Langkah ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang menyebut Maung sebagai wujud ikhtiar ekonomi umat.

Citra Internasional dan Diplomasi Teknologi

Maung tak hanya menarik perhatian di dalam negeri. Ketika varian khusus Maung digunakan sebagai kendaraan bagi Paus Fransiskus dalam kunjungannya ke GBK, dunia menoleh. Pindad membuktikan bahwa produk Indonesia mampu tampil di panggung global dengan percaya diri.

Ke depan, Maung diarahkan sebagai produk ekspor unggulan. Negara-negara berkembang yang membutuhkan kendaraan taktis atau multifungsi dengan harga terjangkau menjadi target potensial. Ini membuka babak baru diplomasi teknologi, di mana kendaraan buatan Indonesia menjadi bagian dari solusi global.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Meski menjanjikan, jalan Maung tak sepenuhnya mulus. Ketergantungan pada komponen impor masih menjadi tantangan. Selain itu, efisiensi produksi dan skala ekonomi perlu terus ditingkatkan agar bisa bersaing di pasar komersial maupun ekspor.

Namun, dengan dukungan SDM unggul seperti Sigit Puji Santosa dan timnya, serta keberpihakan pemerintah pada produk nasional, tantangan ini bisa diatasi. Apalagi, dengan hadirnya varian EV, Maung berpotensi menjadi pelopor kendaraan listrik taktis di Asia Tenggara.

Penutup: Maung dan Mimpi Besar Industri Indonesia

Maung bukan sekadar kendaraan. Ia adalah cerminan dari sebuah mimpi kolektif tentang Indonesia yang mandiri, inovatif, dan percaya diri. Dalam setiap baut dan las-nya, tertanam semangat anak bangsa yang ingin berdiri sejajar dengan dunia.

Jika selama ini kita hanya menjadi konsumen teknologi otomotif asing, maka lewat Maung, kita mulai menjadi produsen. Dan di balik kap mesin Maung, bukan hanya ada tenaga kuda, tetapi juga semangat harimau yang tak mau tunduk.