Kabupaten Sigi dan Provinsi Sulawesi Tengah menjadi tuan rumah Festival Lestari ke-5. Festival Lestari adalah agenda tahunan yang digelar oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), kaukus pembangunan lestari di bawah Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI).
Festival dengan tema Tumbuh Lebih Baik ini menjadi salah satu strategi yang efektif sekaligus nyawa yang dapat menghidupkan ekosistem pariwisata, ekonomi kreatif dan industri kecil menengah di Kabupaten Sigi. Lewat festival ini, kolaborasi multipihak tercipta dan memperkenalkan kearifan lokal, budaya, potensi alam, hingga komoditas lokal yang dapat menjadi tumpuan ekonomi masyarakat.
Perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia akibat pandemi Covid-19 belum sepenuhnya pulih. Bagi Kabupaten Sigi dan kabupaten lain di Provinsi Sulawesi Tengah, pandemi yang terjadi bukan hanya memukul sektor pariwisata, tapi hampir menimpa semua sektor. Sebelum pandemi, kawasan ini lebih dulu mengalami bencana gempa dan likuifaksi yang membutuhkan pemulihan jangka panjang. Saat tengah melakukan pemulihan, pandemi terjadi. Sebab itu, Festival Lestari 5 diselenggarakan sebagai upaya kolaborasi multipihak dalam rangka membangun pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sigi dan Provinsi Sulawesi Tengah.
Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapatta mengatakan, “Festival ini sebagai sebuah perayaan bersama untuk mengenal lebih dalam potensi alam, budaya dan masyarakat Sulawesi mencerminkan harapan bagi Kabupaten Sigi dan kabupaten lain di Provinsi Sulawesi Tengah Tengah sekaligus ajang tukar belajar inovasi pembangunan dan bisnis berbasis alam antara kabupaten anggota LTKL dan para jejaring mitra yang sejalan dengan prinsip pembangunan hijau,’ kata Irwan dalam Konferensi Pers bersama media massa di Jakarta, (8/05/2023).
Irwan mengatakan, sejak tahun 2020 Kabupaten Sigi sudah mulai bereksperimen dengan berbagai cara inovatif termasuk hilirisasi basis alam yang dikembangkan secara kolaboratif bersama mitra dan orang muda daerah sebagai penggerak utama.
Tujuan pembangunan lestari ini bukan tanpa sebab, Provinsi Sulawesi Tengah memiliki Cagar Biosfer Lore Lindu, salah satu dari 19 cagar biosfer di Indonesia. Luas cagar ini mencapai 1,6 juta hektar. Peran dan fungsi cagar ini sangat strategis, sehingga membutuhkan model pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, Festival Lestari juga menghadirkan Forum Bisnis dan Investasi Inovasi Berbasis Alam untuk membuka peluang kerjasama, dan kolaborasi multipihak untuk mendukung implementasi pembangunan lestari di Indonesia.
Forum Bisnis dan Investasi bertajuk Membuka Peluang Ekonomi Restoratif Cagar Biosfer di Sulawesi Tengah ini akan menjadi forum bisnis dan investasi pertama di Indonesia yang mengangkat inovasi dan solusi berbasis alam sebagai jawaban atas permasalahan krisis iklim dan praktik bisnis. Pendekatan ini sangat relevan dalam menghadapi isu-isu lingkungan yang mendesak saat ini.
Kepala Sekretariat LTKL, Gita Syahrani mengatakan, “Forum Bisnis dan Investasi untuk Inovasi Basis Alam ini digelar untuk mewujudkan pembangunan lestari, sebab dalam upayanya membutuhkan dukungan banyak pihak dari sisi teknis, investasi, transaksi dan pendanaan.”
Dalam forum ini ada lima fokus prioritas yang akan dikembangkan, pertama pengembangan ekonomi berbasis multi usaha kehutanan. Kedua, peningkatan produktivitas komoditas perkebunan ekonomi berbasis dan agroforestri dengan praktek berkelanjutan. Ketiga, pengembangan industri hilirisasi berbasis alam menjadi produk bernilai tambah. Keempat, jasa ekosistem. Kelima, ekowisata.
Gita berharap melalui forum ini dapat tercipta gotong royong sinergi dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam mewujudkan pembangunan lestari. Dalam kesempatan ini, ragam portofolio komoditas lestari, produk-produk UMKM lestari, dan konsep pitch di Kawasan Ekonomi Restoratif Sulawesi Tengah akan disajikan.
Inovasi berbasis alam tidak hanya menyasar rantai pasok komoditas, tetapi juga menyasar percepatan pertumbuhan UMKM dan nilai transaksi pelaku usaha kecil dan menengah, sejalan dengan target Bangga Buatan Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah sebesar Rp50 Miliar untuk tahun 2023.
Direktur Perencanaan Sumber Daya Alam Kementerian Investasi, Ratih Purbasari Kania mengatakan Saat ini tren investasi yang mengutamakan dampak (selain keuntungan) semakin meningkat. Apalagi dengan semakin banyak bencana alam karena dampak perubahan iklim serta pandemi Covid-19, banyak investor yang tidak sekadar berharap mendapat keuntungan, tapi juga berharap investasi yang digelontorkan dapat menciptakan dampak baik. Berbagai aliansi atas inisiatif dunia bisnis juga berkomitmen untuk mencapai target net-zero carbon dalam menjalankan usahanya serta tren sisi pasar menginginkan demand produk-produk berkelanjutan.
Disamping itu, dalam forum Conference of Parties (COP) ke-27 yang diselenggarakan pada November 2022, Pemerintah menyampaikan peningkatan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced NDC (ENDC) Indonesia. Pemerintah kini berupaya untuk mencapai net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Peran Investasi swasta dibutuhkan untuk percepatan pembangunan berkelanjutan melalui investasi yang: Ramah lingkungan, Berkomitmen untuk mendidik tenaga kerja lokal, Bersedia melakukan transfer teknologi; dan Memberikan nilai tambah bagi Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam.
Melihat trend itu, di tahun 2022 Kementerian Investasi/BKPM dengan kerjasama berbagai pihak, meluncurkan Panduan Investasi Lestari. Panduan ini dapat dipakai oleh berbagai pihak, khususnya investor, bisnis, dan pemerintah untuk mendorong semakin banyaknya investasi-investasi yang tidak hanya memiliki nilai ekonomi tapi juga berdampak baik.
BKPM juga berupaya mendorong investasi berkelanjutan salah satunya melalui penyusunan Peta Peluang Investasi (PPI). Melalui Peta Peluang Investasi, Kementerian Investasi mengumpulkan berbagai potensi daerah yang siap ditawarkan sebagai peluang investasi. Penyusunan proyek investasi di dalamnya turut memperhatikan aspek berkelanjutan.
“Karena itu, tidak hanya pemerintah pusat yang memegang peranan penting mewujudkan target ekonomi hijau, keterlibatan pemerintah daerah juga sangat dibutuhkan untuk mendorong kolaborasi.”ujar Ratih.
Ratih berharap Forum Bisnis dan Investasi untuk Inovasi Basis Alam di Sigi, akan menciptakan peluang baru bagi pengembangan komoditas unggulan yang ada di daerah dan membawa dampak positif seperti peningkatan produksi, peningkatan nilai tambah dan peningkatan daya saing produk daerah di pasar global. “Serta pada akhirnya mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, peningkatan kesejahteraaan masyarakat dan mendorong pelestarian lingkungan, “ tambahnya
Senada dengan Ratih, Rama Manusama dari Koalisi Ekonomi Membumi dan Katalys Partners, mengatakan, “Saat ini pendanaan berkelanjutan dan fokus pada dampak sudah siap berinvestasi dan sedang mencari portofolio investasi di Indonesia.”
Rama menambahkan, Glasgow Financial Alliance for Net Zero memiliki aset investasi senilai US$130 triliun. Aliansi ini berkomitmen melakukan pendanaan terhadap portofolio yang dapat mengurangi emisi gas.
Dia menyebut penting untuk mempersiapkan portofolio investasi lestari untuk menyambut investasi dan pendanaan ini dan memastikan kepada investor dan pembeli bahwa standar lingkungan sudah dijaga dengan baik. Katalys dan Koalisi Ekonomi Membumi tengah membangun proyek pilot di Kabupaten Sigi untuk menguatkan dari sisi hulu secara terintegrasi untuk menyiapkan portofolio.
Co-Founder Java Kirana, Noverian Aditya mengatakan tren investasi hijau perlu dukungan secara profesional untuk memastikan bisnis lestari tetap menguntungkan. “Dengan value chain gotong royong dan bantuan pemerintah, harapannya implementasi ini bisa dilaksanakan lebih cepat dan berdampak lebih luas, Java Kirana berperan memasukkan sisi profesionalitas agar konsep bisnis berkelanjutan ini tetap profit dan lestari, serta berdampak lebih luas,” kata Noverian.
Java Kirana tertarik untuk terlibat di Sigi, kendati bukan daerah penghasil kopi yang terkenal seperti Toraja dan Aceh, karena Kabupaten Sigi memiliki komitmen terhadap kelestarian. “Kami memiliki visi People, Planet, dan Profit (3P). Di Sigi, semangatnya sudah kelestarian, Sigi memang bukan daerah penghasil kopi yang terkenal tetapi kami yakin bisa melakukan intervensi dengan membuat petani yakin akan produk kopinya yang sudah sudah berbasis kelestarian,” ujarnya.
Peran Java Kirana adalah mengagregasi petani-petani kecil menggunakan sistem pasca panen tersentralisasi, harapannya Indonesia bisa menyaingi negara lain dari sisi kualitas dan kuantitas yang konsisten.
Noverian menambahkan, dari sisi bisnis, harus ada yang menjamin kualitas, mencarikan buyer, dan menjamin pembelian. Intinya adalah gotong royong, ditambah dorongan pemerintah. “Istilahnya, satu isu ini dikeroyok ramai-ramai supaya lebih cepat terwujud,” katanya.
Java Kirana mendorong tata kelola yang professional supaya bisnis lestari dapat menguntungkan agar sesuai dengan prinsip 3P.