Tanah itu tak seberapa luas. Kalau dibandingkan dengan tanah sebelahnya ya hanya seluas dua kaveling. Lokasinya terjepit di antara rumah gedong dan gedung Kantor PMI Kota Depok.
Tanah itu berada di pinggir jalan raya Boulevard Grand Depok City. Sebuah kawasan yang baru saja berkembang menjadi kota yang cukup ramai. Keramaian itu dipicu oleh pembangunan Taman Kota Depok. Atau orang menyebutnya sebagai Alun-Alun Kota Depok.
Sebelumnya ada pembangunan rumah sakit, ada pembangunan banyak sekolah swasta, ada pembangunan berbagai kantor pemerintahan. Bahkan pengembang perumahan ini telah berkali-kali membangun ruko-ruko untuk menciptakan kawasan perdagangan baru. Namun semua itu tak kunjung membuat wilayah ini ramai.
Agung Widodo, ketua RT 01 RW 06 di Kelurahan Jatimulya itu menjadi pegiat pertanian di salah satu kawasan itu. Ia sangat aktif menggerakkan beberapa ibu-ibu dan juga bapak-bapak untuk menanam sawi dan kale secara rutin. Bahkan ia berhasil menggerakkan anggota Karang Taruna setempat untuk terlibat.
Tahun 2018 sebenarnya kegiatan tanam-menanam sayuran ini pernah dilakukan. Bahkan dari dokumentasi sebuah video di youtube istri wali kota Depok Elly Farida pernah ikut panen raya di tempat ini.
Saat itu ada beberapa orang yang menamakan diri sebagai kelompok Azalea Berkebun. Aktivitas ini tidak memiliki wadah yang cukup jelas. Hanya seperti orang yang menyalurkan hobby saja.
Kini Agung Widodo, sangat serius mengelolanya. Ia menggandeng Ketua RW 06 Ibnu Salim Prasodjo. Kegiatan bertani sayur ini berhasil diakui sebagai kegiatan di lingkup RW 06. Beberapa warga dari wilayah RT 02 dan 03 juga diajak bergabung.
Bertani di wilayah urban bukan perkara mudah. Selain terbatasnya lahan, juga sedikit orang mau melakukannya. Kebanyakan orang memilih membeli sayur di pasar atau pedagang sayur keliling.
Agung Widodo dan pegiat KWT Jahe Manis ini cukup yakin, bahwa meski skalanya masih kecil, namun kegiatan ini ada sisi unggulnya. Setidaknya mereka bisa menunjukkan keberhasilan bertani di lingkungan perkotaan. Meskipun dianggap perkotaan pun, wilayah Grand Depok City bukan lingkungan yang padat. Masih banyak lahan-lahan kosong yang ditumbuhi semak belukar.
Tempat menanam sayurnya juga masih berupa tanah, bukan hidrophonik. Tantangannya memang kemudian bagaimana meningkatkan kapasitas produksi sayuran, tanpa harus memperluas lahan pertaniannya.
Bahkan pada tahun 2007, di lahan kosong yang sekarang dibuat Taman Kota Depok (alun-alun) pernah ada warga yang bertanam sawi dan bayam. Warga lain yang hendak membeli sayur itu bisa memetik sendiri di lahan pertaniannya tersebut.
Pemerintah ternyata juga berupaya mendorong pertanian di perkotaan ini. Menelusuri website Dinas Pertahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Depok, ditemukan banyak kegiatan yang melibatkan warga dalam kegiatan pertanian perkotaan ini. DKPPP Kota Depok mendorong pembentukan Kelompok Wanita Tani (KWT). KWT ini yang aktif mendinamisassi warga, seperti ibu-ibu rumah tangga dan beberapa bapak-bapak untuk terlibat.
Di RW 06, KWT ini diperluas menjadi Kelompok Tani (Poktan). Karena yang terlibat bukan hanya ibu-ibu atau perempuan saja. Bahkan bapak-bapak seperti Agung Widodo juga ikut aktif menjalankan kegiatan pertanian sayur ini.
Di Kelurahan Jatimulya, ada beberapa kelompok tani seperti ini. Selain di wilayah RW 06, di wilayah dekat Cluster Puri Insani juga ada kegiatan kelompok tani seperti ini. Di beberapa kelurahan lain di Kota Depok juga banyak yang melakukan kegiatan pertanian seperti ini.
Satu hal positif yang bisa dipetik dari fenomena pertanian perkotaan ini adalah terciptanya semangat dan sikap untuk mandiri dalam ikut mendukung program ketahanan pangan yang digulirkan pemerintah. Apalagi semakin menipisnya lahan untuk kegiatan seperti ini di wilayah urban perkotaan. Inisiatif dari warga perlu diapresiasi.
Trackbacks/Pingbacks