Oleh: Agung Marhaenis, Wakil Ketua Relawan Antihoaks Indonesia
Tahun 2023 ini akrab disebut sebagai tahun politik. Alasannya, tahun ini menjelang pemilihan umum yang akan digelar tahun 2024. Tahun politik, biasa ditandai dengan tensi yang lebih tinggi terkait diskusi dan diskursus seputar politik, khususnya pemilu, partai politik, hingga calon presiden.
Selain tensi percakapan bertema politik yang meningkat, ada fenomena menarik lainnya yang terjadi di tahun politik, yaitu meningkatnya hoaks dan ujaran kebencian di masyarakat, khususnya di media sosial. Berkaca pada pemilu 2019, hoaks terus meningkat menjelang pemilu.
Berdasarkan data yang dihimpun Ais, mesin pengais konten internet negatif Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ditemukan 3.801 hoaks sepanjang 2019. Tren peningkatan hoaks terjadi pada Februari, Maret, dan April seiring dengan berlangsungnya pemilu.
Puncak hoaks terjadi pada April dengan jumlah hoaks sekitar 500 jenis. Sebulan sebelum dan sesudah pemilu pada April 2019, jumlahnya juga terbilang sangat tinggi, sekitar 450 hoaks baik pada Maret maupun Mei 2023.
Data di atas menunjukkan bahwa kita semua anggota masyrakat Indonesia harus bersiap dan waspada terhadap potensi penyebaran hoaks di tahun 2023 hingga tahun 2024 nanti, khususnya pada Januari, Februari, dan Maret 2024. Hal ini berkaca pada kasus yang terjadi pada pemilu 2019.
Awal tahun 2023 ini, jumlah hoaks memang belum sebanyak tahun 2019. Pada triwulan pertama atahun 2023, jumlah hoaks berdasar data dari Kementerian Kominfo, sebanyak 425. Namun, bukan berarti grafik hoaks akan terus landai. Trennya kemungkinan akan menajak menjelang pemilihan umum pada Februari 2024.
Pentingnya upaya melawan hoaks
Melihat tren yang sepertinya terus meningkat terkait hoaks dan juga ujaran kebencian, sepertinya perlu upaya bersama untuk terus melawannya. Mengapa kita perlu membangun upaya tersebut?
Memastikan pemilu berjalan sehat dan berkualitas
Pemilu yang adil dan bebas dari pengaruh negatif adalah dasar kehidupan demokrasi yang sehat. Hoaks dapat mengganggu integritas pemilu dengan menyebarkan informasi palsu tentang kandidat, partai politik, atau proses pemilihan itu sendiri. Dengan memerangi hoaks, kita dapat melindungi proses pemilihan dari manipulasi dan memastikan pemilih membuat keputusan yang didasarkan pada fakta yang akurat.
Mencegah polarisasi dan konflik
Hoaks dalam pemilu sering kali digunakan untuk memperkuat perpecahan sosial dan politik. Informasi palsu yang disebarluaskan dengan tujuan mempengaruhi opini publik dapat memicu polarisasi yang lebih besar di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan politik, konflik antar kelompok, dan bahkan ancaman terhadap keamanan nasional. Konflik akibat polarisasi harus dicegah, sebab tidak hanya berlangsung di tahun pemilu, tapi bisa terjadi hingga lima tahun, bahkan lebih seperti yang terjadi pada sebagian anggota masyarakat di Indonesia.
Menjaga kepercayaan publik
Kepercayaan publik adalah aspek krusial dalam menjaga kekuatan demokrasi. Hoaks dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi politik dan pemilihan umum itu sendiri. Ketika masyarakat tidak dapat membedakan antara informasi yang benar dan hoaks, mereka mungkin menjadi skeptis terhadap proses politik dan menaruh keraguan terhadap para pemimpin terpilih. Dengan memerangi hoaks, kita dapat memelihara kepercayaan publik dan memastikan partisipasi yang aktif dalam pemilu dan juga menjaga proses demokrasi selama (minimal) lima tahun pemerintahan.
Mendorong literasi informasi
Memerangi hoaks dalam pemilu juga dapat mendorong peningkatan literasi informasi di kalangan masyarakat. Saat ini, media sosial dan internet memungkinkan penyebaran hoaks dengan cepat dan mudah. Dengan mengedukasi masyarakat tentang bagaimana mengenali dan memeriksa kebenaran informasi, kita dapat membantu mereka menjadi lebih kritis dan bijaksana dalam menanggapi berita dan informasi yang mereka temui. Semakin kritis pola pikir warga negara, semakin mudah menegakkan demokrasi di negeri ini.
Itulah beberapa alasan mengapa memerangi hoaks itu perlu dilakukan terus menerus oleh semua pihak. Menangkal hoaks, tidak bisa dibebankan pada satu lembaga saja seperti Kementerian Kominfo atau Kepolisian RI. Upaya menangkal hoaks harus dilakukan oleh semua pihak yang kompeten dan berkomitmen. Upaya ini akan menentukan masa depan demokrasi di Indonesia akan lebih baik atau tidak. Semoga kita menjadi bagian yang berjuang melawan hoaks dan membuat kehidupan demokrasi lebih baik di negeri ini.