Ketika nama-nama seperti Cacuk Sudarijanto, Ignasius Jonan, Robby Djohan, Kuntoro Mangkusubroto, hingga Ari Soemarno disebut, banyak orang langsung teringat pada satu kata: reformasi.
Mereka adalah para tokoh yang pernah mengguncang sistem lama di perusahaan negara, mengubah lembaga yang nyaris kolaps menjadi institusi yang kembali dipercaya. Cacuk di Telkom, Jonan di PT KAI, Robby Djohan di Garuda Indonesia, Kuntoro di PT Timah, dan Ari Soemarno di Pertamina—masing-masing menorehkan catatan emas dalam sejarah BUMN. Perjalanan mereka memberi pelajaran penting bahwa krisis bukanlah akhir, melainkan titik balik menuju perubahan.
Krisis sebagai Momentum
PT KAI sebelum Jonan identik dengan kereta api penuh sesak, jadwal yang kacau, dan pelayanan publik yang mengecewakan. Namun, justru krisis itu yang membuat pemerintah berani menunjuk sosok keras dan tegas. Hasilnya? Transformasi besar: tiket online, perbaikan jadwal, dan budaya kerja yang lebih disiplin.
Hal serupa terjadi di Garuda Indonesia ketika Robby Djohan masuk setelah krisis moneter 1998. Dari maskapai yang hampir pailit, ia menanamkan standar manajemen modern, membangun kembali reputasi, dan mengembalikan kepercayaan pelanggan.
Cerita yang sama terulang di Telkom, PT Timah, hingga Pertamina: seorang pemimpin berintegritas masuk di saat krisis, memotong rantai kenyamanan birokrasi lama, lalu menegakkan budaya profesionalisme.
Polri dan KPK: Harapan di Tengah Krisis Kepercayaan
Kini, publik bertanya-tanya: bisakah kisah sukses itu diulang di institusi non-bisnis, khususnya lembaga penegak hukum seperti Polri dan KPK?
Jawabannya: mungkin bisa. Sebab, sama seperti BUMN yang dulu berada di ambang krisis finansial, Polri dan KPK kini menghadapi krisis kepercayaan publik. Berbagai kasus etik, isu politisasi, hingga dugaan penyalahgunaan wewenang membuat citra dua lembaga ini merosot tajam. Justru krisis ini bisa menjadi momentum reformasi besar-besaran, jika ada figur yang tepat memimpin.
Pelajaran Reformasi BUMN untuk Polri & KPK
Agar lebih jelas, pelajaran penting dari pengalaman para reformis BUMN bisa dirangkum seperti berikut:
Pelajaran dari Reformasi BUMN | Peluang bagi Polri & KPK | Tantangan yang Menghadang |
---|---|---|
Krisis sebagai pintu masuk | Krisis kepercayaan publik bisa jadi momentum | Krisis hukum lebih kompleks dibanding bisnis |
Kepemimpinan transformasional | Butuh pemimpin berintegritas & independen | Intervensi politik kuat |
Budaya kerja profesional & merit system | Merit system & budaya antikorupsi | Resistensi internal & patronase |
Digitalisasi & transparansi | Tilang online, bodycam, e-report crime, digital evidence KPK | Teknologi bisa dimanipulasi jika tidak diawasi |
Tabel ini menunjukkan bahwa harapan memang ada, tetapi jalannya jauh lebih berliku. Jika di BUMN indikator keberhasilan bisa diukur dari laba dan kepuasan pelanggan, di Polri dan KPK ukuran sukses lebih abstrak: kepercayaan publik, rasa aman, dan tegaknya hukum.
Antara Harapan dan Realitas
Meski jalan reformasi di Polri dan KPK jauh lebih rumit, kisah sukses BUMN memberi secercah harapan. Kuncinya ada pada kepemimpinan, dukungan publik, serta momentum krisis yang tidak boleh disia-siakan.
Pertanyaan akhirnya adalah: apakah akan lahir “Jonan” atau “Robby Djohan” baru di tubuh Polri dan KPK? Figur yang berani menabrak kenyamanan lama, menegakkan meritokrasi, dan membawa kembali kepercayaan publik.
Reformasi BUMN membuktikan bahwa perubahan bukan hal mustahil. Kini, giliran masyarakat menunggu apakah cerita itu bisa terulang di lembaga penegak hukum—tempat keadilan dan integritas seharusnya berdiri tegak.