Kabar kurang sedap kembali menghampiri proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Di semester pertama tahun 2025, Whoosh merugi hingga mencapai angka Rp1,24 triliun. Kerugian yang sangat fantastis ini tentu menjadi beban berat bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengingat operasional Whoosh berada di bawah naungan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).
Sejak awal, proyek ambisius ini memang menuai kritik dari berbagai pihak. Perhitungan bisnis yang rumit dan proyeksi keuntungan yang sulit dicapai membuat banyak pengamat menyuarakan kekhawatiran akan risiko kerugian yang lebih besar daripada potensi keuntungannya.
Kini, di tengah kabar kerugian yang menganga, muncul sebuah pengandaian yang menggelitik dan menyentuh isu fundamental bangsa. Seandainya proyek pembangunan Whoosh tidak pernah direalisasikan dan dana yang dialokasikan untuknya dialihkan sepenuhnya untuk mengangkat dan menyejahterakan para guru honorer menjadi Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Gaji guru P3K sendiri sebenarnya beragam, berdasar beberapa faktor seperti masa kerja hingga level jabatan. Dalam hitungan kali ini, akan diambil gaji tengah guru P3K yang diperkirakan sekitar Rp3 juta per bulan. Bila dana pembangunan Whoosh yang dilaporkan mencapai Rp118 triliun, ternyata bisa menggaji guru P3K dengan jumlah fantastis.
Mari kita hitung bersama. Dengan dana sebesar Rp118 triliun, bila satu orang guru P3K digaji sebesar Rp3 juta, negara mampu menggaji setahun penuh lebih dari 3,2 juta guru P3K. Angka yang fantastis, tepatnya mencapai 3.277.777 guru P3K. Padahal, jumlah guru honorer di seluruh Indonesia tidak mencapai angka tersebut.
Berdasarkan informasi yang beredar, jumlah guru honorer diperkirakan sekitar 700 ribu orang. Ini berarti, dana Rp118 triliun tersebut dapat digunakan untuk menggaji seluruh 700 ribu guru P3K selama kurang lebih 4,5 tahun! Sebuah periode waktu yang cukup panjang untuk memberikan kepastian ekonomi dan kesejahteraan bagi pengajar yang seringkali disebut pahlawan tanpa tanda jasa ini.

Jokowi dan Iriana naik Whoosh
Pengandaian ini menjadi tamparan keras bagi proses pengambilan kebijakan yang seringkali dinilai kurang matang dan lebih mengedepankan proyek-proyek mercusuar yang terlihat mewah dan memberikan kesan wow, namun kurang memberikan dampak langsung pada kebutuhan mendasar rakyat.
Seringkali kita mendengar ungkapan bahwa guru adalah kunci utama kemajuan sebuah bangsa. Jika para guru hidup sejahtera dan termotivasi, niscaya mereka akan mengajar dengan lebih baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas lulusan dan sumber daya manusia Indonesia di masa depan.
Semoga ke depan, kasus-kasus kebijakan pembangunan yang kurang tepat sasaran seperti Whoosh dapat dihindari. Alangkah baiknya jika prioritas anggaran negara dialihkan ke sektor-sektor krusial seperti peningkatan kualitas pendidikan, di mana kesejahteraan guru honorer menjadi salah satu aspek pentingnya. Saat ini masih banyak guru honorer di Indonesia yang hanya mendapatkan upah ratusan ribu rupiah per bulan. Sebuah penghasilan yang membuat miris, karena mereka adalah tonggak peningkatan kualitas manusia dan pengungkit kemajuan bangsa.
Dengan kebijakan yang lebih visioner dan berorientasi pada kebutuhan riil, kita berharap kemajuan bangsa yang sesungguhnya dapat tercapai, dimulai dari fondasi pendidikan yang kuat dan guru-guru yang sejahtera. Bukan lagi proyek-proyek mercusuar yang pada akhirnya justru menggerus keuangan negara.
Sumber foto: KCIC